Jakarta – Himpunan Sarjana-Kesusastraan Indonesia (HISKI) kembali menunjukkan kiprahnya dalam dunia literasi Indonesia dengan menggelar Lokakarya Penulisan Sastra Wayang pada Jumat, 4 Juli 2025. Acara ini berlangsung secara hybrid, menggabungkan partisipasi daring via Zoom dan luring di Kantor HISKI Pusat.
Lokakarya ini menjadi bagian penting dari program Tahun Buku HISKI 2025, yang mengusung misi untuk menggairahkan kembali produktivitas akademik di bidang sastra Indonesia, khususnya yang bertumpu pada warisan seni pertunjukan tradisional: wayang.
Ketua Umum HISKI, Prof. Dr. Novi Anoegrajekti, M.Hum., membuka acara dengan menekankan bahwa kegiatan ini bukan sekadar ajang penulisan, tapi juga ruang untuk menyamakan visi mengenai sastra yang bersumber dari seni tradisi. Dalam sambutannya, ia menyebut penulisan buku Sastra Wayang menjadi rangkaian dari proyek ambisius HISKI tahun ini, menyusul penerbitan buku Humaniora Digital dan Seratus Tahun Pramoedya Ananta Toer.

“Wayang bukan sekadar tontonan. Ia adalah tatanan budaya, tuntunan hidup, dan representasi sosial yang mengakar dalam khasanah bangsa. Melalui penulisan bersama ini, kita ingin merangkum keragaman tafsir dan versi cerita yang tumbuh di berbagai wilayah Nusantara,” tegas Prof. Novi.
Sebanyak 45 kontributor dari beragam institusi—mulai dari kampus ternama seperti UGM, UI, UNJ, hingga komunitas sastra daerah dari Banyuwangi dan Nganjuk—ikut ambil bagian. Mereka menyampaikan gagasan dalam bentuk abstrak yang sebelumnya telah dikurasi oleh tim editor. Beberapa judul yang menarik perhatian antara lain:
Eksistensi Wayang dalam Puisi Goenawan Mohamad (Universitas Brawijaya)
Filosofi Semar dalam Sastra Melayu (Universitas Sebelas Maret)
Wayang Tambang Sawahlunto (Universitas Andalas)
Representasi Perempuan dalam Komik Wayang Mahabharata karya R.A. Kosasih (Universitas Indonesia)
Sastra Wayang Betawi sebagai Identitas Budaya (UNJ)

“Wayang bukan sekadar tontonan. Ia adalah tatanan budaya, tuntunan hidup, dan representasi sosial yang mengakar dalam khasanah bangsa. Melalui penulisan bersama ini, kita ingin merangkum keragaman tafsir dan versi cerita yang tumbuh di berbagai wilayah Nusantara,” tegas Prof. Novi.
Sebanyak 45 kontributor dari beragam institusi—mulai dari kampus ternama seperti UGM, UI, UNJ, hingga komunitas sastra daerah dari Banyuwangi dan Nganjuk—ikut ambil bagian. Mereka menyampaikan gagasan dalam bentuk abstrak yang sebelumnya telah dikurasi oleh tim editor. Beberapa judul yang menarik perhatian antara lain:
Eksistensi Wayang dalam Puisi Goenawan Mohamad (Universitas Brawijaya)
Filosofi Semar dalam Sastra Melayu (Universitas Sebelas Maret)
Wayang Tambang Sawahlunto (Universitas Andalas)
Representasi Perempuan dalam Komik Wayang Mahabharata karya R.A. Kosasih (Universitas Indonesia)
Sastra Wayang Betawi sebagai Identitas Budaya (UNJ)
