Himpunan Sarjana-Kesusastraan Indonesia (HISKI) Pusat menyelenggarakan lokakarya nasional bertajuk “Penulisan Kreatif Sastra dan Penciptaan Produk Kreatif Berbasis Tradisi Lisan dan Manuskrip”, pada Rabu, 11 Juni 2025. Acara ini berlangsung dalam format hybrid, menggabungkan pertemuan langsung di Universitas Palangka Raya dengan partisipasi daring melalui Zoom serta siaran langsung di kanal YouTube HISKI Pusat, Harian Surya, dan Tribun Jatim Official.

Ketua Umum HISKI, Prof. Dr. Novi Anoegrajekti, M.Hum, dalam sambutannya menjelaskan bahwa kegiatan ini mendapatkan dukungan dari Kementerian Kebudayaan melalui skema pendanaan Dana Indonesiana untuk penguatan institusi. Ia juga mengungkapkan bahwa HISKI menggandeng Asosiasi Tradisi Lisan dan Masyarakat Pernaskahan Nusantara, serta bermitra dengan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kalimantan Tengah, Dewan Kesenian Palangka Raya, Universitas Palangka Raya, dan sejumlah komunitas lokal.
Novi menyebutkan bahwa lokakarya ini dirancang selama dua hari dengan dua sesi per harinya. Hari pertama berfokus pada praktik penulisan sastra berbasis tradisi, sementara hari kedua ditujukan pada produksi konten kreatif sebagai bentuk alih wahana tradisi lisan dan manuskrip ke medium digital. Diharapkan, dari lokakarya ini akan lahir antologi sastra dan 30 konten kreatif berbentuk video yang siap disebarluaskan melalui media sosial.

Dalam sambutan lainnya, Sekretaris Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Kalimantan Tengah, Agung Catur Prabowo, S.Hut., M.P., menyampaikan pentingnya perhatian terhadap warisan budaya tak benda, seperti sastra lisan, yang selama ini kurang mendapat porsi perhatian dibanding warisan budaya benda seperti cagar budaya. Menurutnya, kekayaan sastra lisan Kalimantan Tengah dapat diangkat kembali melalui alih wahana untuk memperkenalkannya ke tingkat nasional maupun global.
Sementara itu, Dr. Natalina Asi, M.A., selaku perwakilan dari Universitas Palangka Raya, dalam sambutannya menekankan bahwa bahasa daerah memiliki peran krusial sebagai penanda identitas budaya. Ia menyoroti bagaimana arus modernisasi dan tuntutan penguasaan bahasa asing turut memberi tekanan pada pelestarian bahasa lokal, yang terus mengalami penurunan jumlah penutur. Oleh karenanya, lokakarya ini menjadi upaya konkret untuk melestarikan bahasa dan sastra lokal.
Sesi presentasi dibuka dengan pemaparan dari Dr. Pudientia MPSS, Ketua Umum Asosiasi Tradisi Lisan. Ia membawakan materi berjudul “Tradisi Lisan sebagai Basis Penulisan Sastra dan Penguatan Pilar SDG’s”. Menurutnya, tradisi lisan mengandung nilai-nilai budaya, sejarah lokal, dan pengetahuan komunitas yang sangat kaya sebagai bahan penulisan sastra kreatif.

Pudentia menjelaskan bahwa dalam kajian tradisi lisan, penting untuk memahami ciri khas, fungsi sosial, hingga lingkungan budaya yang melingkupinya, termasuk para pelaku, komunitas, ruang, dan waktu pertunjukannya. Ia menyoroti tantangan besar dalam menjaga keberlanjutan tradisi ini di tengah modernisasi pendidikan, serta pentingnya mendekatkan generasi muda kepada sumber-sumber tradisi melalui sanggar budaya atau program ekstrakurikuler.
Menurutnya, meski teknologi mampu mendokumentasikan dan menyebarkan tradisi secara luas, kekuatan emosional dan keintiman dari penuturan langsung tetap menjadi nilai yang tak tergantikan dalam menjaga nyawa tradisi itu sendiri.

Narasumber berikutnya, Dr. Munawar Holil, Ketua Masyarakat Pernaskahan Nusantara, mengangkat topik pentingnya manuskrip atau naskah kuno dalam pelestarian budaya. Ia menjelaskan bahwa Indonesia memiliki lebih dari 82 ribu naskah kuno yang tersebar di berbagai institusi, komunitas pesantren, hingga keraton. Naskah tersebut berisi teks-teks keagamaan, karya sastra, hukum adat, hingga pengetahuan lokal.
Munawar menekankan pentingnya digitalisasi manuskrip sebagai langkah awal dalam konservasi, sekaligus membuka peluang adaptasi ke dalam bentuk-bentuk kreatif lain seperti film, komik, dan pementasan. Kajian filologi menjadi fondasi penting agar naskah kuno dapat dimaknai ulang dan diterjemahkan dalam konteks kekinian.
Ia juga menyoroti kontribusi manuskrip terhadap empat pilar Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) – sosial, ekonomi, hukum, dan lingkungan – melalui contoh konkret seperti La Galigo yang memuat nilai kesetaraan gender, Warugan Lemah yang mengajarkan tata ruang ekologis, dan surat diplomasi Sultan Banten kepada Raja Inggris yang memperlihatkan relasi internasional berbasis rempah-rempah.
Kegiatan ini menjadi ruang bersama antara akademisi, peneliti, dan pelaku budaya untuk mengeksplorasi tradisi lisan dan manuskrip sebagai sumber inspirasi dalam penciptaan karya sastra dan produk budaya yang berkelanjutan. HISKI berharap kegiatan ini bisa membangun kesadaran kolektif bahwa tradisi bukanlah milik masa lalu, tapi modal kreatif masa depan.
Total sebanyak 30 peserta mengikuti lokakarya secara luring di Universitas Palangka Raya, ditambah 136 partisipan daring melalui Zoom Meeting, dan lebih dari 370 tayangan akumulatif di kanal YouTube HISKI Pusat, Harian Surya, serta Tribun Jatim Official.