Jakarta – Himpunan Sarjana-Kesusastraan Indonesia (HISKI) kembali menggelar program Sekolah Sastra, sebuah forum diskusi dan pembelajaran yang kali ini menyoroti tema alih wahana dalam sastra Indonesia. Kegiatan ini berlangsung pada Sabtu, 12 April 2025, secara daring melalui Zoom, dan juga disiarkan lewat kanal YouTube HISKI Pusat serta Tribun Network.

Menghadirkan Prof. Dr. Yulianeta, M.Pd. sebagai narasumber utama, diskusi ini membedah bagaimana karya sastra bisa diubah ke dalam berbagai bentuk lain, seperti film, lagu, drama, atau bahkan animasi—tanpa kehilangan esensinya. Tema ini dianggap relevan dengan kondisi perkembangan media saat ini, di mana karya sastra semakin sering diadaptasi lintas platform.
Dr. Pujiharto, M.Hum., Wakil Sekjen I HISKI Pusat, membuka kegiatan dengan menyoroti sejarah pemikiran mengenai alih wahana, yang awalnya diperkenalkan oleh Sapardi Djoko Damono dan diperluas melalui teori trans-media dari Ricard Jenkins. Ia menyatakan bahwa kajian seperti ini sangat penting untuk menjawab tantangan zaman, khususnya dalam mendekatkan sastra kepada masyarakat luas.

Dalam pemaparannya, Prof. Yulianeta menjelaskan bahwa alih wahana bukan sekadar memindahkan cerita ke media lain, tetapi juga merupakan proses kreatif yang bisa melahirkan makna baru. Ia menyebut bahwa proses ini berperan penting dalam memperluas audiens sastra, menjembatani generasi, serta memperkuat literasi budaya.
Beberapa bentuk alih wahana yang dijabarkan mencakup musikalisasi puisi, adaptasi ke film atau serial TV (ekranisasi), pertunjukan panggung (dramatisasi), penyusunan ulang dalam bentuk novel (novelisasi), penerjemahan lintas bahasa, hingga penyaduran atau pengolahan ulang isi karya.
Selain menjelaskan istilah teknis, Yulianeta juga menegaskan perbedaan antara alih wahana dengan konsep intertekstualitas dan adaptasi. Menurutnya, alih wahana lebih fokus pada pergeseran media, sementara intertekstualitas mempertahankan bentuk asli meski ada rujukan ke karya lain. Adaptasi, di sisi lain, lebih menekankan pada interpretasi ulang isi karya.
Acara ini diikuti oleh ratusan peserta dari berbagai latar belakang, dan mendapat respons positif dari audiens yang antusias berdiskusi. Sebagai bagian dari rangkaian kegiatan rutin HISKI Pusat, Sekolah Sastra diadakan dua bulan sekali dan menjadi salah satu program penting untuk mengembangkan literasi sastra di kalangan akademisi, guru, mahasiswa, dan masyarakat umum di seluruh Indonesia.

Dengan mengangkat topik yang kontekstual dan terus berkembang, HISKI berharap program ini bisa menjadi ruang tumbuh bagi siapa pun yang ingin memahami dunia sastra lebih dalam, khususnya dalam menghadapi era media yang semakin dinamis.