Himpunan Sarjana-Kesusastraan Indonesia (HISKI) kembali menggelar forum kreatif dengan tema alih wahana sastra, Minggu (31/8/2025). Kegiatan yang berlangsung pukul 09.00–16.15 WIB ini dilaksanakan secara daring melalui Zoom Meeting, dan merupakan kelanjutan dari lokakarya penulisan kreatif yang sebelumnya terselenggara pada 28–29 Mei 2025.

Lokakarya dibuka oleh Ketua Umum HISKI, Prof. Dr. Novi Anoegrajekti, M.Hum. Dalam sambutannya, ia menegaskan bahwa karya sastra berbasis manuskrip dan tradisi lisan tidak boleh hanya berhenti sebagai teks tertulis, melainkan harus bisa dialihwahanakan ke berbagai medium modern. “Alih wahana bukan sekadar memindahkan bentuk, tetapi menghidupkan kembali warisan. Dengan kreativitas, hikayat, naskah kuno, dan cerita rakyat dapat menjangkau audiens lintas generasi, bahkan melintasi batas negara,” ungkap Prof. Novi.

Ia juga menambahkan, produk sastra hasil alih wahana memiliki peran strategis dalam memperkuat identitas budaya bangsa serta menjadi sarana diplomasi di tingkat global. Film, musik, atau komik digital dari kisah tradisional disebutnya sebagai contoh konkret agar tradisi tetap relevan bagi generasi masa kini.

Selepas sambutan, giliran Sudartomo M.Hum. memaparkan panduan teknis lokakarya. Menurutnya, tujuan utama kegiatan ini ialah memberi kesempatan bagi peserta untuk mempresentasikan hasil kreatif berupa adaptasi dan transformasi teks klasik maupun tradisi lisan ke dalam bentuk baru yang kontekstual.

“Karya-karya yang ditampilkan bukan sekadar hasil artistik, tetapi juga refleksi akademis. Inilah titik temu antara sastra, tradisi, dan dunia modern,” jelas Sudartomo.

Agenda inti dimoderatori langsung oleh Sudartomo Macaryus, M.Hum. Dari pagi hingga sore, 31 penyaji memaparkan proses kreatif sekaligus memperlihatkan produk alih wahana yang mereka hasilkan. Ragam karya ditampilkan, mulai dari adaptasi cerita rakyat menjadi film pendek, konversi teks klasik ke naskah drama, hingga bentuk visualisasi kreatif berbasis tradisi lisan.

Untuk memperkaya diskusi, hadir tiga reviewer utama: Prof. Dr. Novi Anoegrajekti, M.Hum., Dr. Tengsoe Tjahjono, M.Pd., dan Dr. M. Yoesoef, M.Hum. Ketiganya memberi ulasan kritis sekaligus apresiasi. Prof. Novi menekankan pentingnya menjaga keaslian nilai tradisi, Dr. Tengsoe menyoroti aspek estetika serta keberanian dalam bereksperimen, sementara Dr. Yoesoef menegaskan konsistensi metodologis dalam setiap karya.

Tiga puluh satu penyaji yang berasal dari berbagai latar belakang, mulai dari akademisi, seniman, hingga praktisi kreatif, turut serta menunjukkan hasil olah kreasinya. Beberapa di antaranya adalah Nur Ahmadi Indartono, Nurul Ludfia Rochmah, Aekanu Haryono, Samsudin Adlawi, hingga Drs. Hasan Basri.

Masing-masing karya ditanggapi secara mendalam untuk menyeimbangkan aspek akademis dan artistik. Dengan begitu, setiap produk alih wahana tidak hanya berfungsi sebagai hiburan, tetapi juga memiliki landasan teoritis yang kuat.

Lokakarya ini berlangsung atas dukungan Kementerian Kebudayaan Republik Indonesia melalui Dana Indonesiana, serta HISKI Komisariat Banyuwangi sebagai penyelenggara. Kegiatan ini juga membuka partisipasi publik secara daring melalui Zoom Meeting.

Dengan terselenggaranya forum ini, HISKI berharap lahir lebih banyak karya kreatif yang menghidupkan kembali tradisi lisan dan manuskrip. Produk-produk alih wahana tersebut diharapkan tidak hanya mengakar pada nilai budaya lokal, tetapi juga mampu berkompetisi di ranah global sebagai bagian dari diplomasi budaya Indonesia.