Dokumentasi LOKAKARYA di Banyuwangi
Dokumentasi LOKAKARYA di Banyuwangi

Lokakarya HISKI Banyuwangi hari pertama menjadi titik nyala revitalisasi tradisi lewat karya kreatif. Di tengah derasnya arus modernitas yang terus menantang jati diri budaya lokal, lokakarya penulisan kreatif sastra yang digelar oleh HISKI Komisariat Banyuwangi menyuguhkan sebuah pembuka yang menggugah. Pada hari pertama kegiatan yang digelar di Universitas 17 Agustus 1945 (UNTAG) Banyuwangi, hadir sosok sentral dalam kajian tradisi lisan Indonesia −Dr. Pudentia MPSS.

Dengan tema besar “Tradisi Lisan sebagai Basis Penulisan Sastra”, Dr. Pudentia menyampaikan materi dan menghidupkan kembali kesadaran kolektif bahwa tradisi lisan bukan benda mati dalam museum budaya, melainkan tubuh hidup yang bernapas melalui tutur, kisah, dan pengalaman antargenerasi.

“Tradisi lisan bukan hanya warisan budaya, tapi juga ruang ekspresi kreatif yang terus hidup dan dapat diperbarui melalui karya sastra,” tegasnya dengan semangat yang memancar ke seluruh ruangan. Lebih dari sekadar dongeng sebelum tidur, Dr. Pudentia menjabarkan bahwa tradisi lisan memiliki ekosistem yang kompleks—melibatkan maestro tutur, komunitas pendengar, ruang pertunjukan, hingga ritual dan transmisi emosional non-formal. Dalam konteks penulisan kreatif, inilah sumber daya kultural yang tak ternilai untuk memperkaya narasi, memperdalam makna, dan memperkuat identitas. Ia juga menyentil persoalan zaman: digitalisasi. Alih-alih memusuhi teknologi, Dr. Pudentia mengajak peserta untuk menjadikannya sekutu.

Dokumentasi LOKAKARYA di Banyuwangi

“Teknologi bukan musuh tradisi. Tantangannya justru bagaimana kita menjaga keintiman dan kedalaman makna dalam penceritaan, meskipun dikemas dalam bentuk digital,” ujarnya, mengutip pemikir Amerika Joseph Bruchac yang menyatakan bahwa kekuatan tradisi terletak pada pengalaman langsung.

Suasana ruang lokakarya pun terasa hangat namun intens. Para peserta −yang terdiri dari akademisi, guru, mahasiswa, pegiat literasi, hingga penulis pemula dari penjuru Banyuwangi dan sekitarnya− terlibat aktif dalam diskusi, praktik menulis, dan refleksi budaya. Kegiatan ini menyuguhkan teori dan praktik menulis berbasis manuskrip dan tradisi lokal, diskusi teks sastra kontekstual, serta bimbingan langsung dari para fasilitator kreatif yang telah lama mengabdi pada dunia literasi berbasis kearifan lokal.

Lokakarya ini merupakan bagian dari inisiatif besar HISKI Pusat yang didukung Dana Indonesiana dan LPDP, serta menjadi bagian integral dari rangkaian Festival Banyuwangi 2025 bertema “Banyuwangi Kolo Semono.” Tema ini mengusung semangat kembali ke akar sebagai jalan menuju lompatan kreatif masa depan. Dalam sambutannya, perwakilan HISKI menekankan bahwa kegiatan ini sebagai program pelatihan gerakan yang mengakar. “Kami ingin melahirkan karya sastra yang indah secara estetika, tapi juga membumi, membebaskan, dan mampu menjawab tantangan zaman,” ungkapnya.

Dokumentasi LOKAKARYA di Banyuwangi
Dokumentasi LOKAKARYA di Banyuwangi

Hari pertama ini menjadi pembuka lembaran baru, di mana sastra bukan hanya tulisan di atas kertas, tetapi nyawa yang bersumber dari suara nenek moyang −diolah, ditafsir ulang, dan dihidupkan kembali untuk generasi kini.